About Me
Friday, June 7, 2013
Posted on 10:43 PM by Unknown
Bumi, Planet Terindah untuk Kita
Pertengahan Nopember 2012
Tiga cewek backpackers
ini duduk-duduk sedikit jauh dari tenda yang kami dirikan di pinggir
Ranu Kumbolo. Waktu sudah menunjukkan jam delapan malam. Sekalipun di
wajahnya nampak lelah, mereka belum mau tidur. Entah apa yang
dibicarakan. Aku sebagai pemandu tak mau ikut campur, kecuali mereka
memang mengajak bicara. Rasanya mereka sedang menikmati keindahan malam
yang bertabur bintang. Sekali-kali mereka menunjuk ke arah salah satu
bintang di gugusan Bima Sakti. Salah satu di antara mereka kudengar
berkata: “ Andaikata aku bisa tinggal di sana……”
Jam sepuluh malam,
mereka mulai tertidur di sleepingbag di depan tenda. Walau rasa ngantuk
mulai menyerbu, aku harus menjaga segala kemungkinan yang terjadi pada
tiga cewek ini.
“Tidak…tidak…aku tak mau
di sini. Aku mau kembali ke bumi……” teriak salah satu cewek sambil
bangun dan lari menuju pinggir danau. Aku dan Cak Nur, teman pemandu
wisata, langsung berdiri dan mencegah agar tidak mendekati Ranu Kumbolo
yang malam itu semakin dingin membeku. Kuambil sedikit air dari botol
mineral lalu kucipratkan pada wajah gadis itu, yang langsung tersadar.
Ia tampak kaget dan malu, namun toh tetap minta aku mendekapnya. Aku tak
menolak, kasihan. Ia seusia putri sulungku. “ Tidurlah……kau terlalu capai,” kataku berbisik.
Heran, kedua cewek temannya sama sekali tak terganggu dan tetap tidur pulas.
Pagi, saat kami sarapan.
Dina, cewek yang ngelindur tadi malam menceritakan bahwa dirinya diajak
seseorang terbang ke salah satu bintang yang ada di Bima Sakti. Entah,
bintang apa namanya. Yang jelas kering kerontang, penuh debu, kering,
dan dingin. Di bintang tersebut ia memandang langit dan dilihat sebuah
planet biru nan menawan. Temannya yang bersama dia, menyebut planet itu
bernama bumi. Seketika
itu juga ia mulai sadar bahwa bumi adalah planet yang paling indah. Ia
pun segera minta pulang. Namun, ketika ia menoleh ke temannya, ternyata
temannya telah terbang kembali ke bumi. Ia pun berteriak-teriak minta
jangan ditinggal.
Aku dan Cak Nur hanya
tersenyum. Kalian terlalu capai, kataku pada mereka. Pulanglah. Kembali
ke Tangerang, ke rumah kalian masing-masing. Nikmati kebahagiaan bersama
keluarga. Rumah adalah tempat di mana hati kita tinggal. Berbagi
kasihlah di sana.
Di Stasiun Kota Baru,
kereta api Gajayana sudah menanti mereka menuju Jakarta. Sebelum
berangkat, aku berkata lirih kepada mereka: “Bumi terlalu indah untuk
ditinggalkan. Jangan membangun impian di tempat yang jauh dan kering…..”
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Powered by Blogger.
No Response to " "
Leave A Reply